Rabu Mengaji bersama Ustadz Alwanto

administrators 10 Oktober 2025 09:25:18 1

Museum Benteng Vredeburg, mengadakan kegiatan RABI atau Rabu Mengaji pada Rabu siang (8/10/2025) di Teras Diorama 2 Museum Benteng Vredeburg. Rabu Mengaji merupakan agenda yang diadakan setiap awal bulan dalam rangka membina rohani untuk mewujudkan SDM, dalam hal ini karyawan-karyawati museum, yang beriman dan berintegritas. Kajian dimulai pukul 12.00 WIB dengan rangkaian acara pertama yaitu melaksanakan shalat Dzuhur berjamaah, kemudian dilanjut dengan Tausiyah dari Ustadz Alwanto.

 

“Saya sangat senang karena jumlah peserta kajian meningkat. Ada sebuah hadist mengatakan, bahwa malaikat sering mendatangi majelis-majelis ilmu, kemudian berdzikir untuk orang-orang di dalamnya. Jadi, aslinya, kita ini sedang dikelilingi oleh malaikat.” Ustadz Alwanto, selaku pengisi tausiyah pada Rabu siang ini, menyampaikan rasa syukur atas diadakannya Rabu Mengaji sekaligus menjelaskan tentang betapa beruntungnya penuntut ilmu..

 

Hadist yang dimaksud adalah Hadist Riwayat Muslim yang meriwayatkan, “Dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhuma, mereka berdua berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah suatu kaum duduk berdzikir (mengingat) Allah, melainkan mereka dikelilingi oleh para malaikat, diliputi oleh rahmat, diturunkan sakinah (ketenangan), dan mereka disebut oleh Allah di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya.’”

 

Kemudian, Ustadz Alwanto memaparkan makna Surah Al-Ma’un sebagai tanda bukti, bahwa Islam adalah agama yang welas asih–bahkan, disebut juga sebagai agama keselamatan. Oleh karena itu, sikap welas asih menjadi dasar munculnya organisasi masyarakat di Indonesia. Organisasi-organisasi tersebut gencar dalam menjalankan program bantuan kepada yang membutuhkan. Apabila ditarik lurus, tindakan memberi bantuan ini berkaitan dengan kandungan Surah Al-Ma’un ayat 1-7.

 

Surah Al-Ma’un berisi tentang ciri-ciri orang yang mendustakan agama yakni orang-orang yang bukan welas asih. Mereka adalah orang yang senang membentak anak yatim, tidak memberi makan orang miskin, lalai dalam shalat, berbuat riya’ (pamer), dan enggan membantu. Ciri-ciri tersebut menjadi acuan bagi orang Islam untuk bersikap sebaliknya. Welas asih adalah berbuat baik kepada anak yatim, memberi makan orang miskin, tidak riya’ atau beribadah untuk pamer, dan memberi bantuan semampunya.

 

Rasulullah pernah berkata, bahwa anak yatim dan Rasulullah seperti dua jari yang saling berjajar, yakni jari tengah dan jari telunjuk. Hal ini sesuai dengan Hadist Shahih Riwayat al-Bukhari yang artinya, “Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya.” Oleh sebab itu, anak yatim memiliki keistimewaan atau kedudukan tersendiri di samping Rasulullah.

 

Sikap welas asih yang kedua, yaitu memberi makan orang miskin. Bagaimana seseorang dikatakan miskin? Seseorang dapat dikatakan miskin apabila ia telah bekerja, tetapi penghasilan yang didapatkan dari bekerja tidak mencukupi biaya hidupnya. Pada orang-orang seperti ini, bersedekahlah semampunya dengan harapan menjadi wasilah agar mendapat kebaikan di sisi Allah.

Ustadz Alwanto kemudian menjelaskan makna surah Al-Ma’un ayat keempat. Di dalam ayat tersebut, diceritakan bahwa orang-orang yang shalat akan celaka apabila 1) menunda-nunda waktu shalat, 2) lalai dalam shalat, 3) dan tidak khusyuk. Padahal, dalam Islam, shalat merupakan kebutuhan dan bentuk syukur karena telah diberikan kesempatan untuk beribadah.

 

Selanjutnya, Ustadz Alwanto mendefinisikan perbuatan riya’. Riya’ adalah ketika seseorang berbuat amal baik dengan niat pamer, mengharap pujian, yang mana membuat semua amalan orang itu menjadi seperti debu-debu beterbangan alias sia-sia.

 

“Islam adalah agama welas asih. Islam itu senang memberikan bantuan tanpa perlu dipuji. Semoga materi ini dapat menjadikan kita sebagai orang yang welas asih. Tidak perlu bersikap kasar, senantiasa menjaga akhlak, lisan, dan pandangan,” ucap Ustadz Alwanto di akhir tausiyah.

 

Rabu Mengaji berlangsung selama kurang lebih tiga puluh menit. Kegiatan ini ditutup dengan membaca bacaan hamdalah bersama-sama. Bapak Supoyo, selaku MC Rabu Mengaji, turut menyampaikan kesan positif terhadap materi yang dipaparkan oleh Ustadz Alwanto.

“Terima kasih, Ustadz Alwanto, tausiyah kali ini membuat kita lebih mengerti tentang agama lebih jauh.”, ungkap Supoyo.

 

 

 

Penulis : Dhieny Permata Ainy

Editor  : Lilik Purwanti



 

facebook  twitter-x  whatsapp  


Bagaimana informasi yang disediakan website ini?
   

Bagaimana informasi yang disediakan website ini?