Dr. Ayu Cornelia : Vredeburg One of The Best Museum di Jogja Perjalanan 29 Tahun Museum Benteng Vredeburg Melayani Tiada Henti

administrators 26 November 2021 13:05:22 833

Museum Benteng Vredeburg, Selasa (23/11/2021) menyelenggarakan Talkshow Radio “29 Tahun Museum Benteng Vredeburg: Melayani Tiada Henti” dengan menghadirkan pembicara V. Agus Sulistya, S.Pd., MA (Pamong Budaya Ahli Madya Museum Benteng Vredeburg) dan Dr. Ayu Cornelia (Director Founder Cornelia & Co, PR & Marketing Agency). Talkshow tersebut ditayangkan secara live di Radio Swaraga FM.

V. Agus Sulistya dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa usia 29 tahun museum ini dihitung semenjak museum resmi ditetapkan sebagai UPT. Sebelumnya, semenjak 11 Maret 1987 sesungguhnya museum sudah dibuka untuk umum, meski pada saat itu baru terdapat dua diorama yang buka. Seiring dengan perubahan struktur pemerintahan, Museum Benteng Vredeburg kemudian menjadi Unit Pelayanan Teknis di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan. 

“Pada 23 November 1992 inilah Museum secara resmi ada strukturnya. Sedangkan pembangunan diorama secara keseluruhan (4 diorama) baru selesai sekitar tahun 1997/1998”, papar Agus.  

Terkait bangunannya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mempersilahkan bagian dalamnya untuk dirubah sebagaimana peruntukan fungsi museum, namun fasatnya dari luar dibiarkan asli agar “iconik” Benteng tetap terlihat. Sehingga ketika masuk kedalam ruangan, maka yang dulunya barak-barak prajurit, kini sudah berubah menjadi diorama-diorama. Sehingga bangunannya masih asli, namun hanya fungsinya saja yang berubah. Oleh karenanya, Museum Benteng Vredeburg ini salah satu koleksi unggulannya adalah bangunan Benteng itu sendiri.  

“Karena merupakan satu-satunya. Vredeburg ya cuma ada di Jogja, tidak ada di tempat lain”, jelas Agus. 

Sebagai museum perjuangan nasional maka yang disajikan adalah benda-benda bersejarah terkait perjuangan nasional, yang kemudian divisualkan melalui diorama. Peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut terjadi di Yogyakarta yang kemudian berdampak secara nasional. Terlebih Yogyakarta pernah menjadi Ibukota RI. Selain itu perang Diponegoro juga tersaji dalam diorama mengingat perang ini merupakan Legend of the World, dan dunia pun mengakui bahwa Diponegoro merupakan tokoh yang melegenda. 

Agus juga mengungkapkan bahwa pengelola museum juga harus tanggap menangkap peristiwa. Seperti pada saat Peristiwa Pisowanan Ageng (20 Mei 1998), yang pada saat itu seperti sebuah peristiwa biasa, namun ternyata peristiwa itu adalah peristiwa luar biasa, karena sehari setelahnya orde reformasi mulai bergulir menggantikan orde baru. Kini baju Ngerso Dalem sewaktu beliau membacakan maklumat dalam Pisowanan Ageng menjadi koleksi di Museum Benteng Vredeburg. Bahkan baju Lukman Sutrisno serta. Koleksi tersebut didapat berkat pengelola museum yang tanggap menangkap momen. Selain itu museum juga terus melakukan kajian-kajian ulang sehingga mendapatkan koleksi. Seperti ketika Museum Benteng Vredeburg mendapatkan koleksi Kendil yang dipakai oleh Mbah Sayuk untuk merebus 3 telur untuk Pangsar Soedirman. Maka museum merupakan pilihan yang tepat untuk menggelar kembali sejarah yang telah berlalu karena ketersediaan visualisasinya.

Dalam rangka peringatan 29 tahun Museum Benteng Vredeburg ini beberapa acara digelar seperti bincang publik dengan menghadirkan beberapa tokoh yang dianggap mampu berkontribusi memberikan kemajuan bagi museum. Selain itu juga diselenggarakan temu komunitas (20 komunitas) sahabat museum untuk menggali ide-ide dari komunitas yang nantinya akan diwadahi dalam suatu program publik. Karena paradigma museum saat ini adalah partisipasi publik, sehingga publik bukan melulu sebagai peserta kegiatan, namun publik dilibatkan secara aktif sebagai penyelenggara.  

Lebih lanjut, ketika ditanya mengenai perbedaan kondisi museum saat gempa bumi di Jogja tahun 2006 dengan Pandemi Covid 19, Agus menjelaskan bahwa gempa tidak menimbulkan kreativitas, sementara Pandemi Covid menimbulkan kreativitas. Ketika diberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), inovasi dilakukan dengan kegiatan berbasis daring. Sehingga pameran bisa dikunjungi dari luar negeri, dan daerah-daerah lain seperti Nias, dll. Koleksi museum juga bisa dilihat kapanpun dan dimanapun. SDM juga menjadi melek teknologi. 

“Jadi challenge and respon adalah kunci. Institusi yang bisa menjawab tantangan jaman, maka itulah yang akan tetap survive. Karena bencana terbesar museum adalah ditinggalkan pengunjungnya”, tegas Agus.   

Sementara Dr. Ayu Cornelia mengungkapkan bahwa Museum Benteng Vredeburg merupakan one of the best museum di Yogyakarta. Ayu menyatakan demikian, karena disertasinya membahas mengenai marketing museum sehingga ia melihat betapa Museum Benteng Vredeburg terus melakukan inovasi dan marketing, dan memang hal ini harus terus dilakukan. Banyak yang sudah dilakukan museum ini terkait dengan komunitas, seperti night at the museum, komunitas youtuber, dll karena museum memang harus melibatkan masyarakat, agar terwujud community based tourism supaya pariwisata tetap eksis. Selain itu, dilihat dari sisi fasilitasnya, aktivitas sosial medianya juga sangat up to date. Ia berharap kedepannya museum bisa terus memberikan inovasi dan memberikan yang terbaik bagi masyarakat.  


Penulis: Lilik Purwanti (Pamong Budaya Pertama Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta)

facebook  twitter-x  whatsapp  


Bagaimana informasi yang disediakan website ini?
   

Bagaimana informasi yang disediakan website ini?