Perang Jawa di Batas Barat Kesultanan Yogyakarta

administrators 17 Maret 2022 13:50:25 5272

Perang Jawa (1825-1830 M) atau biasa dikenal dengan Perang Diponegoro merupakan peristiwa pertempuran yang fenomenal dalam sejarah Indonesia. Pertempuran Perang Jawa melibatkan dua kubu yaitu pasukan Pangeran Diponegoro melawan pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Penyebab meletusnya Perang Jawa adalah karena sikap pemerintah kolonial Hindia Belanda yang sewenang-wenang terhadap rakyat Kesultanan Yogyakarta, kegelisahan politik di dalam Keraton Yogyakarta,  dan konflik internal di Keraton Yogyakarta. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro dan pengikutnya melakukan pemberontakan untuk menegakkan keadilan kembali di tanah Keraton Yogyakarta.

Pangeran Diponegoro yang mendapat dukungan dari sejumlah pangeran dan pembesar Keraton Yogyakarta atas aksinya melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan tersebut. Pada saat Perang Jawa berlangsung, kekuatan dan pertahanan pasukan Pangeran Diponegoro berada di Sedayu, Kuwojo, Lugu, Karangduwur, dan Legis. Markas besar pasukannya berada di Legis dipimpin langsung oleh Pangeran Diponegoro. Dalam peperangan tersebut, pemerintah kolonial Hindia Belanda benar-benar kewalahan menghadapi pasukan Pangeran Diponegoro yang menerapkan perang gerilya.

 

(Sumber: Patung Replika Prajurit Pangeran Diponegoro, Ruang Diorama 1, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, 15 Maret 2022)

Pada paruh terakhir tahun 1928, Pasukan Pangerang Diponegoro fokus berada di perbatasan Kesultanan Yogyakarta bagian barat, mencakup wilayah Bagelen dan sekitarnya. Kolonel Cleerens memerintahkan pasukannya untuk berjaga-jaga di batas wilayah Bagelen dan Banyumas. Pasukan awal tersebut cukup kewalahan karena tidak mengenal dengan baik medan di wilayah tersebut. Kesulitan medan diperparah dengan intensitas hujan yang terus menerus berlangsung hingga awal bulan Juli. Kolonel Cleerens mengoordinasikan aktivitas pasukan untuk pelaksanaan tugas rombongan di sisi Sungai Bogowonto agar pergerakan pasukan Diponegoro dapat teramati dengan baik. Pertempuran pun terjadi antara kedua belah pihak di daerah Ledok, Kedung Kebo, Lowano, Maron, Gombar-Tjengkawak, dan Paesan. Kapten Rinia van Nauta bertugas untuk memimpin pasukan di daerah Gombar. Penyerangan kedua dari Pasukan Pangeran Diponegoro akhirnya dipukul mundur dari daerah Gombar oleh pasukan kavaleri Kapten Rinia.

Pada tanggal 26 Mei 1928, benteng milik pasukan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang baru didirikan di daerah Tjengkawak runtuh. Di pagi hari, pasukan Diponegoro muncul di dekat benteng dengan membawa spanduk-spanduk serta panji-panji. Pasukan Pangeran Diponegoro pada waktu itu terdiri dari beberapa pasukan seperti Banjakwedi, Kertapengalasan, dan anak laki-laki Diponegoro. Letnan Krafft, komandan pos pertahanan benteng di Tjengkawak, membiarkan pasukan Pangeran Diponegoro mendekat. Setelah dirasa dekat, pasukan kolonial Hindia Belanda melancarkan beberapa tembakan. Namun tak lama, pasukan Pangeran Diponegoro kembali dengan massa yang lebih besar. Pasukan kolonial Hindia Belanda bekerja sama dengan Resodiwiryo, utusan dari Kasunanan Surakarta, menyerang pasukan Diponegoro. Resodiwiryo bersama dengan pasukan Belanda mengarahkan tembakan ke pasukan Diponegoro. Saat amunisi senjata mulai menipis, Resodiwiryo meluncurkan tombak ke arah pasukan Diponegoro. Pasukan Diponegoro berhasil ditaklukkan dan menjauh dari pasukan Belanda. Serangan bertubi-tubi dari pasukan Pangeran Diponegoro ini mengindikasi bahwa pertahanan pasukan Diponegoro di daerah Tjengkawak melemah. Oleh karena itu, pasukan Diponegoro berusaha memanfaatkan sistem pertahanan yang lemah ini untuk menyerang dengan jumlah pasukan besar. Tetapi penyerangan ini hasilnya nihil. Pasukan Diponegoro terpaksa mundur dari wilayah perbatasan bagian barat Kesultanan Yogyakarta. Pada akhirnya wilayah sisi barat tersebut jatuh ke tangan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Penulis: Pradipta Berliana Savitri

Referensi Bacaan:

Carey, Peter. Asal Usul Perang Jawa; Pemberontakan Sepoy & Lukisan Raden Saleh. Yogyakarta: LKIS PELANGI AKSARA, (2012).

Carey, Peter. Sisi Lain Diponegoro: Babad Kedung Kebo dan Historiografi Perang Jawa. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). (2018).

Louw, Pieter Johan Frederik, dan Eduard Servaas de Klerck. De Java-oorlog van 1825-30.  Batavia: Landsdrukkerij, (1894).




Bagaimana informasi yang disediakan website ini?
   

Bagaimana informasi yang disediakan website ini?