Optimalkan Museum sebagai Ruang Apresiasi Publik, Tingkatkan Minat Kunjung Museum

administrators 27 Juli 2022 13:40:32 2750

 

Menjadikan museum sebagai ruang apresiasi publik berarti mengoptimalkan peran museum sebagai pusat pemajuan kebudayaan. Oleh karenanya museum semestinya menjadi ruang publik yang dapat dimanfaatkan oleh para komunitas budaya dan kesenian untuk menunjukkan karyanya sehingga pengunjung museum dapat turut mengapresiasi. Beberapa hal yang dapat dilakukan yakni dengan menjadikan museum sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat umum (publik); membangun jejaring dengan pemangku kepentingan dan komunitas di luar museum; menggali potensi museum sehingga melahirkan kerjasama dan kemitraan dengan para pelestari budaya dan kesenian; mengembangkan program publik museum yang sejalan dengan kegiatan komunitas pelestari budaya dan kesenian; serta menghidupkan ruang publik museum bagi para pelestari budaya dan kesenian. 

Diskusi ini mengemuka dalam seminar daring yang bertajuk “Museum sebagai Ruang Apresiasi Publik”, Selasa (19/7/2022) dengan menghadirkan narasumber Heri Pemad (Pemrakarsa Artjog) dan Dr. Sri Margana, M. Phil (Kurator, Sejarawan). Sebagai moderator acara tersebut Fajar Wijanarko (Pelestari Budaya Jawa, Museum Sonobudoyo). 

Menghadirkan museum sebagai ruang apresiasi publik, maka akan berimbas pada meningkatnya minat generasi muda untuk berkunjung ke museum. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Heri Pemad bahwa saat Museum Macan menyelenggarakan pameran Mas Agus Wage, dalam sehari bisa dikunjungi oleh seribu orang dengan harga tiket Rp.100.000. 

“Tiket yang murah itu malah kurang tantangan. Karena kita sebenarnya punya potensi publik yang sangat besar yang mau datang ke presentasi karya. Maka perlu diciptakan kebaruan-kebaruan karya, yang membuat publik merasa ketinggalan kalau tidak nonton” ungkap Heri Pemad, sosok dibalik kesuksesan Artjog, Suatu Pameran Seni Rupa Kontemporer, yang dalam pameran selama satu bulan dikunjungi oleh 78 ribu pengunjung dengan harga tiket Rp.50.000,-.  

Bahkan Heri Pemad mengungkapkan bahwa ketertarikan generasi muda terhadap museum ini sangat mungkin diciptakan tidak saja dalam momen pameran temporernya saja, asalkan koleksi didisplay secara menarik. Karena seringkali yang menjadikan museum tidak terlihat menarik adalah karena displaynya buruk. Terlebih museum memiliki konten (koleksi) yang sangat banyak serta bangunan museum yang biasanya juga sangat besar, sesungguhnya sangat potensial untuk dapat menarik minat masyarakat luas.

“Dengan presentasi (display) koleksi yang bagus, lighting yang tepat, kuratorial yang bagus, serta program-program publik yang bagus, maka masyarakat pasti akan senang berkunjung ke museum. Berkunjung ke museum bukan lagi seperti menghentikan sang waktu, tapi justru museumlah yang menghidupkan sang waktu”, papar Heri Pemad. 

Sementara Dr. Sri Margana mengungkapkan bahwa persoalan pengelolaan museum di Indonesia yang meliputi persoalan pendanaan, sumber daya manusia, keamanan, kuratorial, promosi, dan minat publik, coba di berikan solusi dengan menjadikan museum sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Kriteria Kepala Museum bukan hanya yang menguasai pendidikan, kebudayaan, sejarah, dan administrasi tetapi juga mengembangkan museum ke arah komersil untuk menarik investor. Hal ini menjadi peluang yang sangat bagus bagi pengembangan museum, sekaligus menciptakan tantangan yang cukup berat, yakni SDM yang profesional dan kompetitif, pengelolaan ala company, serta premium ticketing. 

“Disini museum akan berkompetisi untuk mendapatkan dana dari public dan ini berimbas bagus bagi pengelolaan museum. Museum akan berlomba untuk menghadirkan program publik yang bagus serta semakin masif bermitra dengan komunitas budaya dan kesenian untuk menggaet lebih banyak pengunjung” pungkas Dr. Sri Margana.

Penulis: Lilik Purwanti (Pamong Budaya Ahli Pertama Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta)

facebook  twitter-x  whatsapp  


Bagaimana informasi yang disediakan website ini?
   

Bagaimana informasi yang disediakan website ini?