Seminar daring - Ketidakpahaman pada Pancasila, Timbulkan Disintegrasi Bangsa

administrators 14 Juni 2021 15:05:09 3662

Museum Benteng Vredeburg, Rabu (10/6) menyelenggarakan Seminar Daring bertemakan ‘Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa’. Seminar ini menghadirkan narasumber Rizal Al Hamid (Dosen Pancasila UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) dan M. Jazir Asp, (Penggiat Pusat Studi Pancasila UGM), dengan dimoderatori oleh Dicky Artanto (Duta Museum DIY 2019 untuk Museum Perjuangan). Turut hadir memberikan sambutan, Drs. Suharja, Kepala Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. 

Dalam sambutannya, Kepala Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mengungkapkan Pancasila sebagai fondasi bangsa yang telah disepakati oleh Founding Fathers dalam perjalanannya mengalami pasang surut, karena beberapa pihak yang berupaya mengganti dasar negara. Namun sampai saat ini NKRI masih utuh, dan Pancasila tetap menjadi dasar negara yang mampu mempersatukan beragam suku bangsa, bahasa, budaya, dan agama. 

Pada Era Globalisasi dibutuhkan media untuk mengenalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila agar dapat menjadi filter sebagai identitas penguatan jati diri bangsa. Hal ini sebagaimana Visi Museum Benteng Vredeburg yakni Museum sebagai wahana penguatan pendidikan karakter generasi muda melalui pelayanan prima dan berintegritas. 

“Sebagai bentuk dari pelayanan prima museum ke masyarakat maka pada saat Pandemi ini museum tetap menyelenggarakan kegiatan yang lebih banyak diarahkan ke daring”, papar Suharja. 



Sementara, M. Jazir, Asp sebagai narasumber memaparkan tentang Perjalanan Terbentuknya Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Jazir mengisahkan bahwa keadaan Jepang yang kian terdesak dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dengan syarat Indonesia mau membantu Jepang dalam Perang. Sebagai tindakan nyata dari keseriusan Jepang, dibentuklah Dokuritsu Junbi Cosakai atau yang dikenal dengan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), yang diketuai oleh KRT. Pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, terjadilah diskusi dalam BPUPKI mengenai atas dasar apa negara ini didirikan. Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila sebagai dasar negara. 

Setelah sidang pertama BPUPKI di bentuklah Panitia Sembilan dengan diketuai Bung Karno yang kemudian melahirkan Piagam Jakarta. Namun, Piagam Jakarta yang kemudian dijadikan sebagai Mukadimah UUD 1945 ini, dengan mempertimbangkan kesatuan bangsa ada tujuh kata yang dihapus, yakni “... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Penghapusan tujuh kata ini disepakati oleh Para Pendiri Bangsa secara resmi pada tanggal 18 Agustus pada sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia / Dokuritsu Junbi Linkai). 

Meski dilaksanakan secara daring, namun peserta seminar tampak sangat antusias mengikuti jalannya acara. Terbukti dari banyaknya tanggapan serta pertanyaan yang diajukan kepada narasumber. Ada pertanyaan menarik dari salah satu peserta, ‘Apa musuh terbesar Pancasila’, Jazir menjelaskan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah ketidakpahaman terhadap Pancasila. 

“Ancaman Pancasila bukanlah Ekstrimisme atau Radikalisme, tapi ketidakpahaman terhadap Pancasila. Kalau tidak dipahami secara benar, bisa menimbulkan disintegrasi bangsa”, tegas Jazir.

Sementara Rizal Al Hamid sebagai Narasumber dalam seminar ini memaparkan tentang Membentuk Karakter Kepemimpinan yang berjiwa Pancasila. Kepemimpinan Pancasila menurut Rizal adalah Kepemimpinan yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kepemimpinan yang humanis, kepemimpinan yang demokratis, kepemimpinan yang mempersatukan, dan kepemimpinan yang berkeadilan.


Penulis : Lilik Purwanti ( Pamong Budaya Ahli Pertama)
facebook  twitter-x  whatsapp  


Bagaimana informasi yang disediakan website ini?
   

Bagaimana informasi yang disediakan website ini?